Senin, 15 Maret 2010

Input : emosi, Output : energi

Aku bukan perempuan yang menangis

Aku punya airmata, dan terkumpul energi yang tercipta karena emosi dalam setiap tetesnya.

Tapi aku juga punya pilihan, untuk membuka bendungannya atau hanya meresap energinya. Bendungan itu rapuh ketika kumelihatnya. Menyaksikan kehebatannya, mendengar tepuk tangan para penikmatnya, dan bagian tersulit : salah satu dari mereka adalah sang pasangan jiwa. Kenyataan terakhir membuatku mulai merasa bendungan itu bergetar dan siap retak.

Tapi aku tetap punya pilihan. Dan tak kan kubiarkan pertunjukan itu meruntuhkannya, tak kan kuijinkan setetespun keluar dari sarangnya. Karna aku bukan perempuan yang menangis. Aku hanya akan berkarya.

By : NN

Hoho.. sebuah karya dari seorang perempuan yang tegar, ya? Siapa perempuan itu? Ah, itu nggak penting. Nggak usah bikin gosip deh.. Bukan itu kok yang mau diomongin di posting kali ini. Bukan soal siapa penciptanya, kenapa dia hampir menangis. Itu urusan wartawan infotainment yang akhir-akhir ini terlihat cukup antusias untuk gosip-gosip ga penting.

Yang jelas, akhirnya perempuan itu menghasilkan sebuah karya, meski bukan maha karya. Tapi tetap saja karya itu berharga karena saya mampu terinspirasi oleh beberapa kata yang tersusun karena kepedihannya.

Tangisan itu juga punya energi. Asalnya dari emosi.

Kita menangis karena ada kepedihan, kekuatiran, kemarahan, dan kecemburuan. Itu bentuk energi mentah. Perlu diolah untuk menjadi energi positif. Contohnya (dooh.. gaya bahasa yang “guru” banget neh..), ya perempuan itu.

Dia cemburu karena melihat kekasihnya mengagumi perempuan lain, yang memang pantas untuk dikagumi. Hmm…kedengarannya familiar ya? Iyalah, kalian pasti pernah mengalami, cemburu atas kehebatan orang lain (coba baca deh “rumput tetangga lebih hijau dan rumputku lebih keren”).

Kembali ke perempuan tadi. Dia punya pilihan, cemburu, sedih, menangis dan melampiaskan sama kekasihnya dengan rasa curiga, atau menyadari bahwa pilihan pertama itu ga ada gunanya, lalu memutuskan untuk ga menangis, mengumpulkan energi itu menjadi tindakan nyata yang membuatnya lebih baik, bahkan jauh lebih baik dari orang yang membuatnya cemburu.

Kita, yang masih belum bosen menyebut diri sebagai manusia, juga punya pilihan atas setiap emosi yang kita rasa. Membiarkannya meluap karena itu “pasti” outputnya adalah perasaan lega. Atau dengan susah payah dan berhati-hati mengolahnya menjadi energi yang membuat kita jauh lebih berguna.

Hmm.. pilihan kedua terdengar sulit ya, tapi saya mau belajar tuh.. Ini lho, yang pengen saya pelajari…

Saat merasa sedih, berhenti menangis berlebihan, mending tulis artikel, buat lagu, puas dan berguna buat orang lain yang merasakan hal yang sama.

Saat marah karena keadaan yang mengecewakan, berhenti banting barang (sayang, belinya kan pake duit), mending fokuskan energimu untuk perbuatan yang memperbaiki keadaan.

Saat bosan, berhenti mengeluh, mending lakukan perubahan, buat hal-hal baru dan nikmati prosesnya.

Saat takut, berhenti mengurung diri, mending berbagi dengan orang lain, karena kamu akan menyadari bahwa kamu nggak akan pernah sendiri.

Saat khawatir, berhenti berpikir negative, mending berdoa, ada yang sanggup mengangkat khawatir kita hanya dengan sedikit keberanian untuk menghadapNya.

Saat iri dan cemburu, berhenti curiga, mending baca lagi tuh.. “rumput tetangga lebih hijau, dan rumputku lebih keren”.. hahahaha…. Ini sih promosi tulisan sendiri..

Intinya, jangan biarkan emosi negatif menguasai kita, ubahlah menjadi energi positif yang membuat kita jauuuh lebih baek. Karena setiap emosi mengandung energi. Mari bertransformasi pikiran…!!! (halah…mulai lebay, dyeeehhh…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar